Bakti Kepada Orang Tua
عَنْ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ قَالَ,
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَيْكُمْ:
عُقُوقَ الْأُمَّهَاتِ وَوَأْدَ الْبَنَاتِ وَمَنَعَ وَهَاتِ وَكَرِهَ لَكُمْ قِيلَ وَقَالَ وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ وَإِضَاعَةَ الْمَالِ.
Berkata Mughirah bin Syu’bah:
Nabi Muhammad bersabda “Sesungguhnya Allah telah mengharamkan kepada kalian durhaka kepada ibu, mengubur anak hidup-hidup, menahan hak orang lain dan meminta yang bukan haknya, banyak berbincang terhadap hal yang tidak bermanfaat, banyak bertanya dan menghambur-hamburkan harta”
(Shahih Bukhari, Bab Ma yunha an idha’atil mal, 7/292 Bab Birrul Walidain)
Rawi Hadits:
Mughirah bin Syu’bah bin Abi A’mir, Rasul memberikan kuniah kepadanya dengan Abu Isa. Sempat mengikuti Bai’atur ridwan. Fisiknya tinggi besar , keningnya lebar dan berwibawa beliau sangat ahli dalam syair,kedua matanya buta saat perangan Yarmuk (dalam riwayat lain dalam peperangan Qadisiah).
أمَّا إسْلاَمُكَ فَنَقْبَلُهُ وَ لاَ آخِذٌ مِنْ أَمْوَالِهِمْ شَيْئًا, لأنَّ هَذَا غَدْرٌ وَ لاَ خَيْرَ فِي الغَدْرِ. وَقُلْتُ: إنَّمَا قَتَلْتُ وَ أنَا عَلىَ دِيْنِ قَوْمِي ثُمَّ أَسْلَمْتُ السَّاعَة, قَالَ: فإنَّ الإسْلاَمَ يَجُبُّ مَا كَانَ قَبْلَهُ
“Adapun keislamanmu aku menerimanya dan aku tidak mengambil sedikitpun dari hartanya karena yang demikian itu termasuk menipu sungguh tidak ada kebaikan dalam menipu. Aku berkata; Sungguh aku lakukan itu semua sedang aku dalam agamaku, saat ini aku memeluk Islam, Rasul menjawab; Sungguh Agama Islam ini menutupi apa-apa yang sebelumnya”.
Berkata Mughirah; Aku adalah orang yang terakhir kali menyentuh jasad Nabi Muhammad.
Sempat menjadi Gubernur Kufah dan wafat di kota tersebut pada bulan Sya’ban tahun 50 H dalam usia 70 tahun.
Dalam Shahih Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadits sebanyak 12 buah
Keterangan Hadits
- Disebutkan ibu karena fisiknya lemah yang lebih rawan terjadi kedurhakaan kepada mereka dan juga menunjukkan bakti kepada ibu lebih ditekankan, sebagaimana disebutkan dalam hadits.
- Larangan untuk menahan hak orang lain dan juga meminta sesuatu yang bukan haknya.
- Larangan untuk membunuh anak apapun alasannya, baik karena malu, takut kelaparan atau lainnya. Di masa Jahiliah ada beberapa suku yang suka membunuh anak mereka disebabkan rasa malu atau karena takut tidak mendapat rizki. Orang yang pertama membunuh anaknya hidup-hidup Qais bin A’shim at-Tamimi. Membunuh dengan dua cara; Dari sejak pertama lahir dan setelah mencapai usia sekitar enam tahun.
Qiila Wa Qaal, maksudnya:
- Terlalu banyak bicara, karena dikhawatirkan banyak kesalahannya.
- Banyak menceritakan orang
- Banyak berdebat dalam urusan Agama, termasuk yang dilarang; Suka memadukan perbedaan-perbedaan yang dinisbatkan kepada para ulama tanpa at-Tabayun (menyeleksi) terlebih dahulu.
كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يُحَدِّث بِكُلِّ مَا سَمِعَ ” أَخْرَجَهُ مُسْلِم
“Cukuplah sebuah kedustaan bagi seseorang yang menceritakan setiap apa yang didengarnya”.(HR.Muslim)
Banyak bertanya, maksudnya:
- Meminta harta
لَا تَزَال الْمَسْأَلَة بِالْعَبْدِ حَتَّى يَأْتِي يَوْم الْقِيَامَة وَلَيْسَ فِي وَجْهه مُزْعَة لَحْم “.اِتَّفَقَ الْعُلَمَاء عَلَى النَّهْي عَنْ السُّؤَال مِنْ غَيْر ضَرُورَة.
- Bertanya masalah yang pelik-pelik
- Bertanya tentang seseorang yang berkenaan dengan masalah pribadinya
Bertanya tentang keadaan zaman yang tidak ada kaitan dengan diri atau kehidupannya.
- Bertanya tentang hal-hal yang tidak mungkin atau sangat sulit terjadinya.
(لَا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاء إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ ) وَيُشِير إِلَيْهِ حَدِيث ” أَعْظَم النَّاس جُرْمًا عِنْد اللَّه مَنْ سَأَلَ عَنْ شَيْء لَمْ يُحَرَّم فَحُرِّمَ مِنْ أَجْل مَسْأَلَته“
“Janganlah kalian bertanya tentang sesuatu jika diberitahukan akan menyulitkan kalian”. Dalam hadits disebutkan; “Kesalahan yang sangat besar di sisi Allah, siapa yang bertanya tentang sesuatu yang tidak diharamkan maka diharamkan demi membenarkan masalahnya”.
- Menghambur-hamburkan harta, termasuk dalam perbuatan ini;
- Mengeluarkan harta tidak sesuai dengan yang diperintahkan Agama baik dalam urusan akherat atau dunia.
Mengeluarkan harta dalam pandangan agama ada tiga macam:
- Mengeluarkannya dalam hal yang dilarang Allah (haram)
- Mengeluarkannya dalam hal yang dihalalkan Allah (halal)
- Mengeluarkan dalam hal yang Mubah, terbagi dua macam;
- Sesuai dengan keperluannya dan sesuai dengan orang mengeluarkannya, hal ini diperbolehkan.
- Diluar dari kebiasaan dan tidak sesuai dengan keadaan yang mengeluarkannya. (tidak diperbolehkan)
Hukum meminta-minta
قَالَ النَّوَوِيّ فِي ” شَرْح مُسْلِم ” : اِتَّفَقَ الْعُلَمَاء عَلَى النَّهْي عَنْ السُّؤَال مِنْ غَيْر ضَرُورَة .
قَالَ : وَاخْتَلَفَ أَصْحَابنَا فِي سُؤَال الْقَادِر عَلَى الْكَسْب عَلَى وَجْهَيْنِ أَصَحّهمَا التَّحْرِيم لِظَاهِرِ الْأَحَادِيث .
وَالثَّانِي : يَجُوز مَعَ الْكَرَاهَة بِشُرُوطٍ ثَلَاثَة:
)أَنْ لَا يُلِحّ وَلَا يُذِلّ نَفْسه زِيَادَة عَلَى ذُلّ نَفْس السُّؤَال ، وَلَا يُؤْذِي الْمَسْئُول( فَإِنْ فُقِدَ شَرْط مِنْ ذَلِكَ حَرُمَ.
وَقَالَ الْفَاكِهَانِيّ : يُتَعَجَّب مِمَّنْ قَالَ بِكَرَاهَةِ السُّؤَال مُطْلَقًا مَعَ وُجُود السُّؤَال فِي عَصْر النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ السَّلَف الصَّالِح مِنْ غَيْر نَكِير ، فَالشَّارِع لَا يُقِرّ عَلَى مَكْرُوه.
قُال ابن حجر: لَعَلَّ مَنْ كَرِهَ مُطْلَقًا أَرَادَ أَنَّهُ خِلَاف الْأَوْلَى، وَلَا يَلْزَم مِنْ وُقُوعه أَنْ تَتَغَيَّر صِفَته وَلَا مِنْ تَقْرِيره أَيْضًا، وَيَنْبَغِي حَمْل حَال أُولَئِكَ عَلَى السَّدَاد، وَأَنَّ السَّائِل مِنْهُمْ غَالِبًا مَا كَانَ يَسْأَل إِلَّا عِنْد الْحَاجَة الشَّدِيدَة.
Dikatakan nawawi dalam syarah muslim: telah bersepakat para ulama tentang larangan meminta tanpa adanya darurat. Dikatakan para sahabat kami berbeda pendapat dalam masalah orang yang mampu bekerja tetapi meminta-minta, maka seluruh ulama berpendapat
googleb9b9d4678f444ab4.html
Apabila orang itu punya sesuatu masalah apa kita kasih hak yang dia atau saya tahan sampai masalah itu selesai?